"Selamat datang di blog HMI Fistek Sepuluh Nopember Surabaya."
Senin, 22 Juli 2013

Setelah membaca-baca ensiklopedia Nurcholis Madjid pada Jilid 2, tak sengaja terbaca subjudul salah satu entri dalam bukunya yang tertulis "HMI, KAHMI, dan ICMI. Tulisan beliau membuka cakrawala dan mindset kader HMI baik saya sendiri maupun seluruhnya. Baik tidak usah berlama-lama dalam menceritakan isi dari subjudul ini


beliau menuliskan bahwa HMI adalah organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan yang perkembangannya kini telah berumur setengah abad lebih. HMI memliliki lingkungan yang tangguh sekaligus kondusif bagi perjuangan dalam mengemban isinya.  Lingkungan yang dimaksud yaitu bersifat horisontal berupa suasana umum kebangkitan islam di Indonesia dan bersifat vertikal yang berupa pertumbuhan ke atas melalui para alumninya. Sebab,alumni HMI—jika kita kembalikan pada bunyi konstitusi himpunan—tidak lain adalah wujud nyata sumber daya manusia yang dicitacitakan HMI, yaitu “insan akademis pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam”.  Masalah apakah setiap alumnus HMI adalah orang insan akademis, rasanya tidaklah terlalu prinsipil. Demikian pula apakah dia adalah seorang yang berdaya cipta atau kreatif, kiranya juga tidaklah terlalu sentral. Tetapi, apakah seorang alumnus HMI adalah seorang pengabdi, dalam arti membaktikan hidupnya untuk masyarakat, dan tidak untuk diri sendiri semata secara egoistis, sungguh sangat penting. Sebab pengabdian seperti itu, apalagi dalam kaitannya dengan “napas Islam”, adalah sikap peribadatan yang saleh, demi mencapai ridla Allah. Karena itu, perkataan “pengabdi” mengandung makna tampilnya sosok kesadaran dengan kesadaran etis dan moral atau alakhlâq al-karîmah. Inilah yang “fardlu ‘ayn”, yang mesti ada pada setiap individu alumni HMI. Tanpa adanya al-akhlâq al-karîmah itu seorang alumnus HMI dianggap gagal dalam mewujudkan tujuan himpunan. Secara moral dan etis dia sudah berada di luar lingkaran HMI. Ini disebutkan sebagai peringatan bahwa kita wajib terus menerus menjaga integritas HMI, baik berkenaan dengan mereka yang masih menjadi anggota, maupun lebih-lebih lagi terhadap mereka yang sudah menjadi alumni. Karena alumni merupakan wujud nyata sumber daya manusia yang  dicitacitakan HMI. 

Oleh karena itu, HMI (termasuk para alumninya), tetap harus memiliki jiwa independen yang tegar dan konsisten, bermoral, dan etis. Sama dengan semua orang, para alumni HMI berhak didengar suara dan pendapatnya. Tetapi, juga sama dengan terhadap semua orang, tidak semua yang didengar dari alumni mesti secara serta merta diterima dan ditaati. Selamanya tetap diperlukan sikap-sikap kritis “yang membangun”, dengan adil, jujur, dan berakhlak, yang bahkan menurut Al-Quran biarpun mengenai diri sendiri dan para kerabat (Q., 4:135). Dalam interaksi sosial inilah, juga dalam interaksi sosial yang lebih luas, HMI harus mempertahankan milik dan kehormatannya yang paling berharga, yaitu independensi. Dan independensi itu tidak lain ialah hak bebas untuk memutuskan “the right to decide”, meskipun proses menuju pada keputusan itu harus melibatkan pengumpulan dan penggalangan informasi seluas-luasnya.

Dari situlah timbul pandangan bahwa hubungan antara HMI dan KAHMI sebaiknya bersifat aspiratis dan konsultatif. Setiap alumnus HMI harus tetap mampu menghadirkan bayangan peran kemahasiswaan para anggota HMI, dan setiap anggota HMI harus mampu membayangkan dirinya menghadapi masa ketika dia sendiri akan menjadi seorang alumnus: bagaimana dia akan dapat terus berpegang pada cita-cita dasar HMI, menjadi SDM Indonesia yang berpengabdian tinggi kepada masyarakat menuju ridla Allah.

Sampai di sini saya mengutip dari tulisan beliau. Sebenarnya masih ada lagi tulisan beliau mengenai ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) yang tidak saya ambil, hal ini bertujuan untuk memfokuskan pada pembahasan mengenai HMI dan KAHMI itu sendiri. HMI yang bertujuan untuk terciptanya insan akademis, pencipta dan pengabdi haruslah memiliki akhlakul karimah dalam melaksanakan perannya dalam berjuang. Selain itu kader HMI dituntut menjaga indepenensinya yang tegar, konsisten, bermoral, dan etis. 
by: Mbrin
Selasa, 18 Juni 2013

RENEWABLE ENERGY UNTUK INDONESIA

Oleh: Septian Hari Pradana
         (Bendahara Umum Komisariat Fisika Teknik SN)



“Bagaimana kalau kita harus hidup sehari tanpa listrik atau suplai gas LPG sedang kosong?” pernahkah pertanyaan seperti itu terlontar di benak kita?. Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun 2030 permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% pertahun. Sekitar 80% kebutuhan energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil, utamanya BBM. Tak terkecuali di Indonesia energi utama sebagai penggerak kehidupan masyarakat dan pasokan sector industri makro masih berasal dari bahan bakar fosil.

Pertambahan laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan GDP menyebabkan permintaan energi dunia semakin meningkat. Di sisi lain cadangan BBM dunia semakin berkurang. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan permintaan dan penawaran. Akibatnya harga minyak dunia berfluktuasi. Duniapun mencari alternatif energi baru untuk mengatasi ketergantungan pada BBM. Hal tersebut juga dirasakan di Indonesia, sebagai Negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik ke-2 di dunia, Indonesia cukup terdampak oleh fluktuasi harga minyak dunia dari negara-negara OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries), apalagi cadangan minyak Indonesia hanya 2% dari keseluruhan cadangan minyak dunia, jelas tidak cukup apabila Indonesia terus bergantung pada pemakaian bahan bakar fosil. 

Peranan sektor energi di Indonesia saat ini cukup signifikan, disamping untuk mendorong pertumbuhan ekonomi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu sektor energi punya pengaruh yang cukup besar terhadap pembangunan negara yang berkelanjutan. Untuk persoalan energi di Indonesia, dimana jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 237 juta jiwa maka berbanding lurus dengan energi yang dibutuhkan. Indonesia adalah sekitar 237 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen pertahun. Kondisi ini berimplikasi terhadap meningkatnya kebutuhan terhadap energi nasional, seperti kebutuhan rumah tangga, transportasi dan industri. 

Konsumsi kebutuhan energi di Indonesia berdasarkan kebutuhan rumah tangga, transportasi dan industri berdasarkan Outlook energi Indonesia tahun 2011 yang dikeluarkan BPPT, dijelaskan bahwa konsumsi energi pada kurun waktu 2000 – 2009 meningkat dari 709,1 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 865,4 juta SBM pada tahun 2009 atau meningkat rata-rata 2,2% pertahun. dan sumber energi yang digunakan sebagian besar masih bergantung dari energi yang berasal dari fosil. Dunia industri di Indonesia menjadi sektor paling parah yang terdampak, apalagi wacana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) bagi pelanggan 1600 VA yang notabene adalah dunia industri, belum lagi ketersediaan batubara sebagai bahan bakar industri mulai menipis meski masih menjadi andalan pemerintah dalam memasok kebutuhan bahan bakar industri dan untuk pembangkit listrik, hal ini jelas akan menambah ongkos produksi bagi industri besar maupun menengah.

Konsumsi Energi Indonesia 2005-2011 (Sumber data: Statistik Minyak Bumi 2011)

Padahal Indonesia sesungguhnya diberkahi anugerah energi lain yang melimpah. Indonesia memiliki energi baru dan terbarukan dalam berbagai macam, antara lain batubara, coal bed metane (CBM), shale gas, pans bumi, tenaga surya dan biofuel.


Energi Baru

Batubara diharapkan memberikan kontribusi tebesar dalam bauran energi nasional di masa mendatang sebagaimana umumnya dilakukan berbagai negara di dunia. Pemerintah mengharapkan pada 2025 batubara memberikan kontribusi bauran energi nasional sebesar 30,7%, kemudian disusul EBT 25,9% dan gas sebesar 19,7%. Sedangkan kontribusi minyak bumi diharapkan berkurang menjadi 23,7%.

Oleh karena itu, batubara sebagai sumber energi baru perlu mendapat perhatian. Batubara merupakan sumber energi yang cukup melimpah. Indonesia adalah produsen batubara terbesar nomor lima dunia, dengan produksi yang meningkat tinggi selama 10 tahun terakhir. Produksi tahun 2010 sebesar 257 juta ton dan saat ini sekitar 350 juta ton. Sisanya sekitar 75-80% dieskpor sehingga Indonesia dikenal sebagai pengekspor batubara nomor dua terbesar di dunia, setelah Australia.

Batubara dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas dan cair masing-masing melalui proses gasifikasi (Coal to Gasification, CTG) dan pencairan (Coal to Liquefaction, CTL). Proses gasifikasi batubara adalah proses yang mengubah batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Dengan mengubah batubara menjadi gas, maka material yang tidak diinginkan yang terkandung daam batubara seperti senyawa sulfur dan abu, dapat dihilangkan dari gas dengan menggunakan metode tertentu sehingga dapat dihasilkan gas bersih dan dapat dialirkan sebagai sumber energi. Gasifikasi batubara menjadi salah satu cara yang menjanjikan untuk pemanfaatan batubara di masa depan guna menghasilkan listrik dan produk berharga lainnya.

Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (Synthetic fuel). Pendekatan yang dilakukan dalam proses ini meliputi pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) atau melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Aspek penting dalam pengolahan batubara menjadi BBM sintetik meliputi efisiensi proses, nilai investasi dan hasil emisi buang.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2006 mengatur tentang proses pencairan batubara ini.

Indonesia juga memiliki sumber gas non-konvensional yang cukup besar. Gas non-konvensional adalah gas yang berasal dari ‘reservoir” dengan permebilitas rendah dan pengusahaannya menggunakan teknologi tertentu seperti perekahan. Jenis gas non-konvensional antara lain coal bed metane (CBM) dan shale gas.

CBM mempunyai multi guna antara lain dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan sebagai bahan baku industri. Eksploitasi CBM tidak akan merubah kualitas matrik batubara dan menguntungkan para penambang batubara. Karena gas emisinya dapat dimanfaatkan sehingga lapisan batubara menjadi aman untuk ditambang. Selain itu, CBM termasuk salah satu sumber energi yang ramah lingkungan.

Shale gas adalah gas alam yang diperoleh dari serpihan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Shale gas dapat menjadi sumber energi yang penting di masa mendatang karena shale gas memiliki keunggulan. Shale gas menghasilkan emisi karbon sekitar setengah dari emisi batubara. Shale gas juga dapat menurunkan biaya energi karena produksi shale gasmenyebabkan penurunan harga gas alam secara signifikan. Produksi shale gas yang besar juga akan membantu meningkatkan keamanan enegri, dan membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil asing yang mahal.

Kendati demikian ketersediaan batubara di Indonesia juga mulai menipis, oleh karena itu diperlukan upaya untuk menemukan alternative energi baru dan terbarukan serta ramah lingkungan untuk digunakan di Indonesia.


Energi Terbarukan

Indonesia juga mempunyai potensi yang luar biasa dengan energi terbarukan seperti panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga angin dan biofuel. Pemanfaatan energi terbarukan yang maksimal bisa menjadi solusi krisis energi yang terjadi di Indonesia. Energi terbarukan diyakini juga lebih bersih (ramah lingkungan), aman, dan terjangkau masyarakat.

Energi terbarukan merupakan energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik. Macam sumber energi terbarukan seperti panas bumi, biofuel, panas surya (matahari), angin, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.


Baru Lima Persen. Saat ini, menurut Greenpeace, Pemerintah Indonesia baru memanfaatkan energi terbarukan sekitar lima persen dari total listrik yang digunakan di Indonesia. Selebihnya, masih bergantung pada energi yang bersumber dari minyak, batu bara, dan gas bumi.

Kebijakan pemerintah Indonesia pun masih kurang mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan. Salah satu indikasinya bisa dilihat dari Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Bab II Pasal 2 Peraturan Pemerintah tersebut, target konsumsi energi yang digunakan di Indonesia pada tahun 2025 meliputi:
§ Minyak bumi kurang dari 20%
§ Gas bumi lebih dari 30%
§ Batubara lebih dari 33%
§ Biofuel lebih dari 5%
§ Panas bumi lebih dari 5%
§ Energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, Biomasa, Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin lebih dari 5%
§ Bahan bakar lain yang berasal dari pencairan batubara lebih dari 2%

Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia yaitu 29,038 GW. Namun demikian pemanfaatannya masih kecil yaitu sebesar 1.189 MW. Pemanfaatan energi terbarukan lainnya yang berasal dari tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin masih terbatas. Tenaga air dimanfaatkan hanya 7,54% dari potensi sebesar 75,670 MW. Biomass digunakan hanya 3,25% dari sumber daya 49,810 MW. Sedangkan kapasitas terpasang dari tenaga surya sebesar 13.5MW dan tenaga angin hanya 1.87 MW. Untuk biodiesel hanya dimanfaatkan sekitar 10% dari kapasitas produksi. Sedangkan bietanol produksinya masih relatif kecil.


Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Secara sederhana sketsa kincir angin adalah sebagai berikut :


Indonesia, negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan pembanglit listrik tenaga angin, namun sayang potensi ini nampaknya belum dilirik oleh pemerintah. Sungguh ironis, disaat Indonesia menjadi tuan rumah konfrensi dunia mengenai pemanasan global di Nusa Dua, Bali pada akhir tahun 2007, pemerintah justru akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang merupakan penyebab nomor 1 pemanasan global.

Syarat – syarat dan kondisi angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat pada tabel berikut.


Angin kelas 3 adalah batas minimum dan angin kelas 8 adalah batas maksimum energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang paling berkembang saat ini. Berdasarkan data dari WWEA (World Wind Energy Association), sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Diharapkan pada tahun 2010 total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin secara glogal mencapai 170 GigaWatt.


Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025.


Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Indonesia merupakan negara tropis dan juga dilewati garis khatulistiwa dimana kita dapat memanfaatkan sinar matahari secara maksimal sebagai sumber energi yang primer. Sinar matahari merupakan pancaran gelombang elektromagnet yang dapat serap dan dikonversi menjadi energi listrik. Di khatulistiwa, matahari berada tepat di atas kepala pada tengah hari dalam equinox sehingga sinar matahari yang kaya akan elektromagnet tersebut dapat dimanfaatkan.

Solar cell merupakan perangkat yang dapat melakukan konversi energi dari cahaya elektro magnet yang dipancarkan oleh matahari ke energi listrik dan kemudian dapat kita gunakan di kehidupan sehari-hari. Solar cell terdiri dari kumpulan bahan semi konduktor yang menyerap elektron dari sinar matahari, kemudian memaksimalkan foton, memperkecil refleksi dan remombinasi serta memperbesar konduktivitas dari bahannya. Listrik tenaga surya ini dihasilkan dengan proses yang disebut photovoltaic. Dalam proses ini sinar matahari yang menyentuh permukaan panel solar cell akan memecah elektron sehingga elektron ini bergerak. Gerakan elektron inilah yang menghasilkan energi listrik. Dengan menggunakan kabel listrik yang dihasilkan bisa disalurkan untuk digunakan berbagai peralatan listrik.

Teknologi ini pertama kali digunakan untuk satelit diluar angkasa, dan kemudian dapat dimanfaatkan untuk energi pengganti bensin pada mobil (mobil tenaga surya), dan energi penerang dimalam hari di desa-desa terpencil. Dalam perkembangannya di Indonesia selain dapat dikembangkan melalui Pembangkit Listik Tenaga Surya, kita juga dapat menganti dinding maupun kaca yang terbuat dari solar cell di rumah-rumah penduduk dan gedung-gedung perkantoran dengan solar panel yang transparan sehingga kita dapat memanfaatkan energi yang dihasilkan dari bangunan kita sendiri. (Saut J Tambunan)

Rumah Huni yang menggunakan solar panel


Sudah sepantasnya kita mendukung pemerintah dalam pengaplikasian energi alternatif untuk kelangsungan kebutuhan energi di Indonesia. 
Minggu, 05 Mei 2013

Menelaah Kembali Peran HMI dalam Membangun Masa Depan Bangsa


Sebagai organisasi nasionalis keislaman, HMI mempunyai peran penting dalam menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila dan Al Qur’an serta Al Hadist. HMI merangsek ke dalam kehidupan berbangsa dan semakin menguatkan pengaruhnya dalam masa-masa pemantapan kemerdekaan Indonesia hingga awal reformasi. Sehingga sangat wajar manakala dijumpai banyak sekali alumni HMI yang saat ini menjadi negarawan memegang komando pembangunan bangsa. Sungguh tidak bijak manakala para kader HMI terlena dengan gemerlap masa lalu yang terkadang menyilaukan pandangan pergerakan HMI sendiri.
Pergerakan mahasiswa di era modern seolah menemui jalan buntu. Arah gerak mahasiswa stagnan pada satu titik tidak ada pengaruh apapun terhadap jalannya kebijakan pemerintah. Reformasi seharusnya tidak hanya dilakukan pada tubuh pemerintahan, namun model pergerakan mahasiswa juga harus direoformasi sedemikian rupa agar diperoleh hasil yang lebih signifikan. Sekarang sudah tidak jamannya lagi melakukan aksi-aksi anarkis hanya menuntut dan menuntut. Di tengah carut marutnya kondisi kehidupan nasional, jangan sampai mahasiswa turut andil menambahi permasalahan bangsa.
Rusaknya tatanan keadilan dan kemakmuran masyarakat Indonesia agaknya menjadi masalah serius yang hingga saat ini belum menemui solusi. Sebenarnya, di tengah permasalahan kasus yang melanda internalnya, pemerintah tidaklah tinggal diam dalam mengentaskan masalah yang ada. Namun dengan keadaan pemerintah yang sedang pincang agaknya usaha tersebut tidak akan bisa berjalan secara maksimal. Ketika usaha mencongkel pihak berkuasa sulit dilakukan, mahasiswa dengan jiwanya yang membara harus tetap berusaha membongkar kebohongan publik yang telah dibuat sebegitu rapinya.
Diperlukan adanya sinergitas antara pembangunan nasional dengan pergerakan mahasiswa masa kini. Tanpa menyisihkan perilaku skeptis terhadap keadaan dan kebijakan pemerintah, hendaknya HMI sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia dapat menganalisis dan memilah secara komprehensif atas kesalahan atau kebenaran kebijakan yang diambil. Diperlukan adanya sinergitas pembangunan dari pemerintah dengan pergerakan mahasiswa. Perilaku skeptis tetap dibutuhkan untuk menjaga dan mengawal kebijakan para elit politik. Namun, sudah saatnya dan diperlukan pula gerakan mahasiswa secara horizontal dengan melakukan kegiatan pengabdian masyarakat secara totalitas.
Kekurangsadaran kader HMI terhadap realita inilah yang kemudian mendistorsikan peranan HMI dalam turut serta membangun kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. HMI telah nampak dalam khalayak umum sebagai organisasi politik, menilik dari kiprah para mantan kadernya. Meskipun sebenarnya tidak demikian, masyarakat umum sudah terlanjur berprasangka seperti itu. Tanpa menyalahkan keadaan yang ada, kader HMI seharusnya menyadari pentingnya hubungan langsung dengan masyarakat ntuk menjaga keterselarasan antara masyarakat dan pergerakan HMI. Karena tidak sedikit masyarakat umum yang justru berpandangan negatif terhadap pergerakan mahasiswa secara vertikal termasuk HMI. Landasan organisasi yang kuat, menjanjikan sebuah kemantapan pergerakan HMI secara vertikal maupun horizontal. Hanya saja perlu dibuka kembali kesadaran para kader untuk menapaki pergerakan horizontal. Karena selama ini pergerakan HMI terasa timpang lebih mengedepankan pergerakan vertikal.

Ingat Waktu


Label

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Hari Ini

Celoteh

Anda Pengunjung ke-

About Me

Foto Saya
HmiFistek-SN
Bismillah.. Himpunan Mahasiswa Islam merupakan tempat berkumpulnya Mahasiswa Islam yang datang dengan berbagai mimpi demi satu tujuan "Membangun Kader Umat dan Bangsa". Yakusa.
Lihat profil lengkapku