Tampilkan postingan dengan label konflik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label konflik. Tampilkan semua postingan
Rabu, 08 Agustus 2012
Tinjauan Geo-Politik dan Geo-Ekonomi China-Amerika Dibalik Konflik Rohingya
Latar Belakang
Konflik antara etnik Rohingya dan Rakhine di Arakan yang terjadi pada pertengahan Juni lalu masih menyisakan teka-teki yang perlu analisis lebih mendalam. Menurut Hendrajit, Direktur Global Future Institute konflik Rohingya bukan lagi konflik horizontal. Beliau mengatakan bahwa konflik tersebut dimanfaatkan beberapa pihak yang memiliki kepentingan untuk menciptakan isu yang lebih besar sehingga perhatian dunia internasional tertuju pada daerah di tepi teluk Bengal tersebut. Beliau juga mengatakan bahwa Konflik ini sarat dengan kepentingan politik-ekonomi yang erat kaitannya dengan eksplorasi energy di kawasan sekitar Arakan dimana konflik tersebut terjadi.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Myanmar menerapkan aturan hukum yang ketat berkaitan dengan perlindungan sector eksplorasi dan pengembangan sumber daya alam di negaranya. Dengan masih berlakunya The Union of Myanmar Foreign Investment Law, korporasi-korporasi asing akan sulit untuk masuk dan mengeksplorasi sumber daya minyak di Myanmar. Dengan dasar konflik yang terus terjadi di daerah Arakan tersebut maka diperlukan adanya suatu advokasi dari LSM-LSM hak asasi manusia, sehingga korporasi asing dengan leluasa dapat masuk ke dalam territorial negara tersebut.
Namun di lain pihak China, sudah terlebih dahulu melakukan kerja sama terkait eksplorasi daerah Arakan tersebut. Bahkan sejak 2005 perusahaan gas China menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk mengelola eksplorasi minyak. Memang jika dilihat dari berbagai sudut pandang baik itu geografis, politik dan ekonomi China lebih diuntungkan dari pada Amerika. Keinginan Amerika dan negara Eropa Barat yang lain untuk masuk ke Myanmar tak lain adalah untuk penguasaan territorial bisnis, terutama di kawasan Asia Pasifik. Myanmar sebagai negara demokrasi baru pasca suksesnya demokratisasi oleh Aung San Suu Kyi banyak diincar investor-investor asing.
Persaingan antara dua negara super power yaitu China dan Amerika di kawasan Asia Pasifik pun tak terhindarkan, berbagai manuver politik dilakukan kedua negara untuk mencapai kepentingannya masing-masing. Isu terhangat mengenai naiknya harga minyak dunia beberapa bulan lalu mendorong negara-negara barat gencar menguasai daerah yang berpotensi masih memiliki cadangan minyak dan gas yang melimpah. Salah satu carannya adalah menguasai Kawasan Teluk Bengal di lepas pantai India-Bangladesh dan Arakan (Myanmar) yang masih cukup besar dan belum tereksplorasi oleh korporasi manapun.
Perseteruan itu semakin terkuak tatkala suatu tragedi kemanusiaan terjadi di Arakan, antara etnis Rohingya yaitu pendatang dari Bangladesh yang mayoritas Muslim dengan etnis Rakhine yang mayoritas Budha. Perang kepentingan bermain di sana, Amerika yang berusaha masuk dengan LSM-nya mengatasnamakan HAM dan kemanusiaan berusaha paling tidak bisa menyaingi rival mereka China yang sudah membangun pipa penyalur gas dari Sittwe, ibu kota Arakan ke daratan China.
Untuk itu melalu tulisan ini kita akan kaji lebih jauh tentang konflik Rohingya dengan tanpa memakai cara pandang sebagai konflik antar agama atau etnis. Akan tetapi lebih jauh lagi mengenai persaingan geo-politik dan geo-ekonomi antar dua negara super power yang memanfaatkan konflik antar etnis sehingga menyebabkan jatuhnya korban dan tersebarnya isu-isu SARA yang mengundang perhatian dunia internasional tersebut.
Minggu, 05 Agustus 2012
Analisa Politik Konflik Rohingya
Selayang Pandang
Sejarah Singkat Muslim Rohingya
Kasus pembantaian terhadap etnik Rohingya di Myanmar merupakan bentuk penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat memalukan komunitas ASEAN. Etnis Rohingya dan Rakhine kerap saling menuduh soal siapa yang pertama kali melakukan serangan. Bentrokan menyusul insiden pemerkosaan dan pembunuhan seorang wanita pemeluk Budha setempat yang diduga dilakukan salah satu warga Rohingya. Serangan pembalasan pun dilakukan oleh massa Rakhine, 10 orang Muslim tewas pada tanggal awal Juni lalu. Hingga saat ini keadaan darurat masih berlaku di beberapa daerah.
Pada bulan Juni lalu dilaporkan bahwa bentrokan antara kaum Rohingya yang Muslim dan etnik Rakhine mengakibatkan paling tidak 80 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi. Namun, berdasarkan laporan terakhir menyebutkan sebanyak 650 dari satu juta Muslim Rohingya tewas selama bentrokan yang terjadi di wilayah barat Rakhine, dan 1.200 lainnya hilang dan 90.000 lebih telantar. Meskipun aparat keamanan berhasil meredam kerusuhan, puluhan-ribu orang masih berada di kamp-kamp penampungan pemerintah. Program Pangan PBB melaporkan mereka telah menyediakan makanan untuk sekitar 100 ribu orang.
Berbagai bentuk protes dilakukan sebagai wujud simpati dari berbagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, tak terkecuali Indonesia. Pun mahasiswa sebagai elemen pergerakan tidak henti-hentinya menyuarakan simpatinya, dengan identitas organisasi masing-masing. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) secara serentak di penjuru negeri seperti dilansir oleh Harian Republika, Jumat 27 Juli lalu melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintahan. Dalam aksinya tersebut puluhan anggota KAMMI menuntut Pemerintah Myanmar menghentikan penindasan dan diskriminasi terhadap Muslim Rohingya, menuntut Pemerintah Myanmar untuk menghentikan militerisme, serta meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan suaka politik kepada para imigran Rohingya yang ada di Indonesia. Begitu pula yang dilakukan elemen mahasiswa lain di penjuru negeri, tak henti-hentinya melakukan aksi yang mengutuk keras negara yang termasuk dalam anggota ASEAN tersebut.
Keadaan yang terjadi pada etnik Rohingya merupakan salah satu dampak yang dimunculkan oleh masalah ketiadaan status kewarganegaraan. Seperti yang dikatakan Presiden Myanmar Thein Sein kepada Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi, Antonio Guiterres, “Myanmar akan mengirim kaum Rohingya pergi "jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka. Kami akan mengambil tanggung jawab atas suku-suku etnik kami, tapi tidak mungkin menerima orang-orang Rohingya yang masuk secara ilegal, yang bukan termasuk etnik Myanmar," Munculnya status tanpa kewarganegaraan ini salah satunya disebabkan oleh peperangan, pernikahan sesama orang tanpa status warganegara, perdagangan orang.
Populasi Muslim Rohingya di Myanmar sekitar 4,0 persen atau hanya sekitar 1,7 juta jiwa dari total penduduk negara itu sekitar 42,7 juta jiwa. Jumlah itu menurun drastis dari catatan pada dokumen Images Asia 'Report On The Situasion For Muslim In Burma pada Mei 1997'yang dalam laporan itu umat Muslim mendekati tujuh juta jiwa Pemerintah Myanmar membatasi gerak dengan tidak memberikan hak atas tanah, pendidikan dan layanan public lainnya seperti yang dikatakan PBB. Hal ini menyebabkan banyak diantara mereka terpaksa mengungsi ke berbagai negara terdekat, seperti di Bangladesh sekitar 400 ribu jiwa, di Thailand 60 ribu jiwa, di Pakistan 40 ribu jiwa dan di Malaysia sekitar 40 ribu jiwa. Sedangkan menurut UNHCR, sebanyak satu juta etnis Rohingya kini tinggal di luar Myanmar dan masih belum ada satu negarapun yang menerima mereka.
Sejarah Singkat Muslim Rohingya
Sebenarnya apabila ditilik dari segi histori, Kaum Rohingya sudah ada sebelum negara Myanmar ada. Sebagai etnis, Muslim Rohingya sudah hidup di sana sejak abad 7 Masehi dengan nama kerajaan Arakan (1430-1784). Sekitar 3.5 abad Rohingya berada dalam kekuasaan Muslim hingga Kerajaan Burma menyerangdan dianeksasi oleh Inggris. Setelah itu Rohingya menjadi bagian dari British India yang saat itu juga belum merdeka. Dan berlanjut hingga tahun 1940-an ada 137 etnis yang terdapat di Burma sejak Burma merdeka (1948), sejak saat itu pula etnis Rohingya tidak diakui sebagai etnis yang ada di Burma.
Langganan:
Postingan (Atom)
Ingat Waktu
Label
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Hari Ini
Sohib
Celoteh
Anda Pengunjung ke-
About Me

- HmiFistek-SN
- Bismillah.. Himpunan Mahasiswa Islam merupakan tempat berkumpulnya Mahasiswa Islam yang datang dengan berbagai mimpi demi satu tujuan "Membangun Kader Umat dan Bangsa". Yakusa.